MediaNanggroe.com, Banda Aceh – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh menemukan masalah dalam anggaran belanja hibah di Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (DiskopUKMPerindag).
Pada TA 2023, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya menganggarkan belanja hibah sebesar Rp58.400.014.033,00 dengan realisasi sebesar Rp46.482.381.633,00 atau 79,59% dari anggaran. Anggaran belanja hibah tersebut diantaranya direalisasikan pada Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan
Perdagangan (DiskopUKMPerindag) Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Barat Daya.
DiskopUKMPerindag Abdya memperuntukan dana hibah terserbut belanja hibah barang kepada badan dan lembaga nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan sebesar Rp2.310.880.646,00. Barang tersebut disalurkan kepada kelompok usaha kewirausahaan, kelompok jahit, dan kelompok tukang becak mesin dan lainnya. Hasil pemeriksaan dokumen secara uji petik, konfirmasi ke lapangan dan wawancara dengan PPK DiskopUKMPerindag
menunjukkan belum sesuai dengan ketentuan sebagai berikut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa kelompok penerima hibah barang yang tidak memiliki surat pengesahan kelompok dan tidak berbadan hukum. Hasil wawancara dengan PPK menunjukkan bahwa kelompok penerima hibah merupakan usulan pokok pikiran. Selain itu, kelompok tersebut memiliki keterbatasan dalam mendirikan badan hukum. PPK telah menyosialisasikan pada kelompok tersebut agar segera membuat akta pendirian. Kelompok penerima hibah yang tidak memenuhi syarat sebagai penerima hibah dapat dilihat pada tabel berikut.
Selain Kelompok penerima hibah yang tidak memenuhi syarat sebagai penerima hibah, terdapat hibah barang TA 2023 yang belum diserahkan sampai dengan berahkirnya pemeriksaan.
Terdapat hibah barang kepada badan dan lembaga nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan yang masih belum diserahkan disampai dengan berahkirnya pemerikasaan pada tanggal 4 April 2024. Barang tersebut berupa mesin jahit, alat press tutup gelas minuman juice, alat industri rumah tangga dan alat perbengkelan.
Hal ini terjadi karena anggota kelompok usaha mengambil hibah barang satu-persatu di kantor DiskopUKMPerindag.
Hasil wawancara dengan PPK menyatakan bahwa kurangnya koordinasi dan staf di DiskopUKMPerindag sehingga pembagian barang belum dapat dilakukan dengan optimal dan menyeluruh. Barang tersebut tersimpan di gudang DiskopUKMPerindag dengan rincian sebagai berikut.
Dikutip dari Laporan, Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, pada Lampiran Bab II huruf D nomor 2 (e) Belanja Hibah, yaitu:
1) Angka (5) huruf e poin (2) menyatakan bahwa Hibah kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum, yayasan atau organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum perkumpulan, yang telah mendapatkan pengesahan badan hukum dari kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
2) Angka (5) huruf e poin (4) menyatakan bahwa Hibah kepada organisasi kemasyarakatan dapat diberikan dengan persyaratan paling sedikit:
a) telah terdaftar pada kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia;
b) berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan; dan
c) memiliki sekretariat tetap di daerah yang bersangkutan.
Berdasarkan Peraturan Bupati Aceh Barat Daya Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Barat Daya yaitu:
1) Pasal 13 ayat (1) yang menyatakan bahwa daftar penerima hibah beserta besaran uang atau jenis barang atau jasa yang akan dihibahkan ditetapkan dengan Keputusan Bupati berdasarkan Qanun tentang APBK dan Peraturan
Bupati tentang penjabaran APBK; dan
2) Pasal 20 ayat (3) yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b disampaikan kepada Bupati paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun anggaran berikutnya, kecuali ditentukan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
“Kondisi tersebut mengakibatkan sasaran program dalam pemberian hibah tidak sesuai dengan ketentuan”, tulis BPK.
Kondisi tersebut disebabkan oleh Kepala DiskopUKMPerindag selaku PA kurang cermat dalam mengawasi dan mengevaluasi usulan hibah yang menjadi tanggung jawabnya; dan PPK kurang cermat dalam memedomani ketentuan kegiatan belanja hibah yang menjadi tanggung jawabnya, tulis BPK dalam LHP.
Atas permasalahan tersebut Pj. Bupati Aceh Barat Daya melalui Plt. Kepala DiskopUKMPerindag menyatakan sependapat dengan BPK dan akan melakukan langkah perbaikan untuk lebih tertib.
BPK juga merekomendasikan Pj. Bupati/Bupati Aceh Barat Daya agar memerintahkan Kepala DiskopUKMPerindag untuk lebih cermat dalam dalam mengawasi dan mengevaluasi usulan hibah yang menjadi tanggung jawabnya serta mendistribusikan barang hibah yang belum diserahkan kepada para penerima sesuai dengan ketentuan serta menginstruksikan PPK untuk lebih cermat dalam memedomani ketentuan kegiatan belanja hibah yang menjadi tanggung jawabnya.
Discussion about this post