MediaNanggroe.com, Banda Aceh – Yayasan Bantuan Hukum Anak (YBHA) Peutuah Mandiri menyayangkan putusan Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe dengan Nomor Perkara : 1/JN/2024/MS. Lsm, tertanggal 29 Februari 2024. Bahwa Hukuman yang dijatuhkan kepada Terdakwa Inisial FS (19) kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur hanya 12 (Dua Belas) bulan dan hal ini cukup menciderai rasa keadilan.
Nurmaida Sari, S.H. yaag merupakan Advokasi Yayasan Bantuan Hukum Anak (YBHA) Peutuah Mandiri memberi keterangan pers kepada mediananggroe.com, 8/3/2024, kasus ini berawal dengan modus Terdakwa dengan inisial Fs (19) mengajak korban dengan Ini sial AAR (17) untuk makan malam.
Dalam perjalanan Terdakwa memulai aksinya dengan menarik tangan dan menjambak rambut korban hingga memperkosa korban di dalam mobil di berbagai tempat yang berada di Kota Lhokseumawe, pada saat itu korban menangis dan terus-terusan meminta pulang, namun Terdakwa tidak menghiraukan serta terus melancarkan aksi bejatnya tersebut, ujar Nurmaida.
Nurmaida Sari, S.H menambahkan, apabila merujuk pada pasal 47 Qanun Jinayat tentang Nomor : 6 Tahun 2014 Tentang Qanun Jinayat, yang berbunyi “setiap orang yang dengan sengaja melakukan jarimah pelecehan seksual sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 46 terhadap anak, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 90 (sembilan puluh) kali atau denda paling banyak 900 (sembilan ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 90 (sembilan puluh) bulan.
Lebih lanjut Nurmaidah menjelaskan, berdasarkan pembuktian di persidangan, bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menuntut pelaku dengan hukuman 4 (empat) bulan penjara dengan dikurangi masa tahanan, perihal ini sangat melukai nurani keadilan apabila melihat fakta-fakta yang dilakukan Terdakwa kepada korban seharusnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) bisa menuntut Terdakwa lebih berat.
Sedangkan kronologis berita yang telah beredar luas di media sosial kasus yang di lakukan terdakwa kepada korban bukan merupakan kasus pelecehan seksual melainkan kasus pemerkosaan. Kami menduga adanya dugaan pihak-pihak yang bermain di balik kasus yang terjadi di Kota Lhokseumawe ini, ujarnya.
Perihal tersebut seharusnya tuntutan JPU harus menuntut lebih berat terhadap Terdakwa, setidaknya juga Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Lhokseumawe dan Pekerja Sosial (Peksos) mesti lebih proaktif terhadap putusan ini yang tidak adil ini, tambahnya.
Kami YBHA Peutuah Mandiri, menyayangkan dan merasa rancu terhadap putusan hakim yang begitu ringan bagi terdakwa. Sehingga ditakutkan adanya asumsi-asumsi liar yang berkembang terkait adanya permainan yang tidak begitu indah dengan kasus yang ditangani tersebut, lanjut Nurmaidah.
Seharusnya keputusan hakim menghukum berat si terdakwa dan dapat memberikan pemulihan bagi korban baik secara materil maupun immateril, katanya.
Oleh karena itu, seharusnya Putusan Hakim mesti menjamin keadilan kepada korban supaya menjadi pelajaran bagi yang lain untuk tidak serta merta melakukan perbuatan pemerkosaan terhadap anak dan perempuan dikemudian hari. Peran orang tua juga sangat penting dalam pendidikan seks untuk anak usia dini serta bagaimana memberikan edukasi tata cara bergaul yang baik, dan mendepankan nilai-nilai yang baik dalam hidup bermasyarakat, ungkap Nurmaidah.
Kami mendesak kepada UPTD PPA Aceh dan DP3AP2KB Kota Lhokseumawe lebih jeli memantau setiap putusan perkara yang tidak sinkron, dalam perkara yang melibatkan Anak dan Perempuan serta kami meminta agar Hakim Mahkamah Syar’iyah diseluruh Aceh harus lebih peduli terhadap korban dan memberikan keadilan sehingga kejadian pemerkosaan terhadap anak seperti yang telah terjadi diatas tidak terulang lagi dikemudian hari, tutup Nurmaidah.
Sementara itu dari laman resmi ms-lhokseumawe.go.id putusan terkait perkara 1/JN/2024/MS.Lsm, menyatakan dalam putusan Terdakwa FS terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Jarimah Pelecehan Seksual terhadap anak sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2014 tentang jinayat.
lebih lanjut menghukum terdakwa FS dengan ‘uqubat ta’zir penjara selama 12 (dua belas) bulan dikurangi masa penahanan yang telah dijalani dan memerintahkan Terdakwa tetap dalam tahanan serta membayar biaya perkara sejumlah Rp5.000,- (lima ribu rupiah).
Putusan hakim lebih tinggi dari pada penutut umum yang meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa FS dengan Pidana Penjara selama 4 (empat) bulan dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara di Rutan dengan perintah tetap ditahan.
Discussion about this post