MediaNanggroe.com – Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Mahlil Ruby, mengajak Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (PERDOSNI) melakukan Manajemen Strategi Penyakit Kronis di masyarakat dengan berkolaborasi antara BPJS Kesehatan, PERDOSNI, Pemerintah dan Stakeholder lainnya. Hal ini disampaikan saat menjadi Pembicara pada Symposium Kegiatan Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN) II Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (PERDOSNI) yang diselenggarakan di Banda Aceh, pada Sabtu (31/5).
Turut mendampingi beliau, Deputi Direksi Wilayah I BPJS Kesehatan, Nuim Mubaraq dan disambut oleh Ketua Umum Pengurus Pusat PERDOSNI, Dodik Tugasworo Pramukarso.
Dalam paparan materinya, Mahlil mengungkapkan penyakit katastropik atau penyakit yang membutuhkan biaya pengobatan sangat tinggi, serta berpotensi mengancam jiwa atau menimbulkan kecacatan serius, merupakan penyakit yang menyerap 30% iuran JKN dimana jantung (79,42%) dan stroke (15,68%) menyerap 95% dari 30% tersebut.
“Jika dilihat pada data, setiap tahun kasus penyakit kronis semakin meningkat sehingga juga mengalami peningkatan pada biaya untuk penyakit kronis. Pada tahun 2022 pembiayaan untuk penyakit kronis sebesar 32,1 Triliun, tahun 2023 sebesar 43,6 Triliun dan pada tahun 2024 sebesar 49,3 Triliun. Harapan kepada PERDOSNI terhadap upaya pengembangan keilmuan dengan berbasis teknologi AI dapat direalisasikan segera agar dapat dideteksi dan antisipasi dari awal mana penyakit parkinson, penyakit demensia atau stroke sehingga dapat dilakukan pencegahan dan penaganan cepat di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas, klinik pratama dan Dokter Praktik Perorangan (DPP),” jelas Mahlil.
Mahlil juga menekankan pentingnya melakukan upaya preventif kepada masyarakat dengan bersinergi dan kolaborasi berbagai pihak untuk menerapkan pola hidup sehat agar terhindar dari terkenanya penyakit kronis. Mahlil mengungkapkan adanya beberapa faktor risiko terkena penyakit kronis, diantaranya kurangnya aktifitas fisik, kurangnya asupan serat, konsumsi garam berlebihan, merokok, berat badan meningkat dan banyaknya populasi penduduk di atas umur 50 tahun.
“Terhadap penyakit kronis ini, BPJS Kesehatan telah menyediakan Program Pengeloaan Penyakit Kronis (Prolanis). Saat ini yang menjadi tantangan dalam menjalankan Program Prolanis ini seperti tidak semua penderita diabetes melitus dan hipertensi didaftarkan dan menjadi peserta prolanis, kompetensi dokter yang mengelola Prolanis, masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penyakitnya, dan rendahnya atensi serta motivasi dari FTKP untuk melaksanakan Program Prolanis,” ungkap Mahlil.
Mahlil berharap kunci agar optimalnya pelaksanaan Program Prolanis ini adalah penguatan di FKTP karena FKTP yang paling dekat dengan masyarakat, meningkatkan Program Prolanis dan Program Rujuk Balik (PRB), keterlibatan aktif Peserta JKN dan Kolaborasi Lintas Sektor. Menurut Mahlil karena kehadiran Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini adalah untuk membuat masyarakat tetap produktif dengan memastikan masyarakat tersebut sehat dan terlindungi kesehatannnya.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat PERDOSNI, Dodik Tugasworo Pramukarso menyampaikan organisasi profesi PERDOSNI memiliki visi memperdalam dan mengembangkan keahlian serta meningkatkan taraf kesehatan masyarakat Indonesia melalui ilmu neurologi. Kemudian strategi penguatan organisasi ini penting untuk meningkatkan keterlibatan anggota dan memperluas dampak positif organisasi di masyarakat.
“Neurologi sedang mengalami transformasi yang cepat, didorong oleh kemajuan teknologi dan kecerdasan buatan (AI). Nantinya akan dilakukan revolusi diagnosa dan pengobatan dengan menganalisis kumpulan data yang luas, mengidentifikasi pola, memprediksi perkembangan penyakit dan mendukung pengambilan keputusan klinis. Kemudian Mempercepat penemuan obat dan meningkatkan pencitraan saraf dengan menawarkan wawasan baru tentang fungsi otak dan mekanisme penyakit serta pengembangan telemedicine,” kata Dodik.
Dodik menambahkan, tren kedepannya bagi neurologi adalah dengan integrasi teknologi dan AI, bertambahnya permintaan layanan neurologi, kemudian pengobatan presisi dan perawatan individu, model kolaboratif dan multidisiplin. Selanjutnya Dodik menambahkan, kedepannya juga fokus pada pencegahan dan kesehatan penduduk, peluang strategi dan kemampuan beradaptasi dan tantangan ekonomi dan akses.
“Khusus mengenai pencegahan penyakit stroke, saat ini bagaimana seseorang itu tidak terjadi stroke dengan mengurangi faktor terjadinya stroke seperti diabetes melitus, hipertensi, kolestrol dan penyebab lainnya. Oleh karena itu penting upaya preventif sehingga berkurangnya upaya kuratif, salah satunya dengan melakukan sosialisai kepada masyarakat dengan berkolaborasinya PERDOSNI, Kemenkes, BPJS Kesehatan dan Pemerintah Daerah dalam menangani penyakit neurologi,” harap Dodik. (rq)
Discussion about this post