MediaNanggroe.com, Banda Aceh – Ketua Umum DPP Partai Nanggroe Aceh (PNA) Irwandi Yusuf bersikap tegas terhadap dua oknum kader PNA Kota Banda Aceh yang terlibat asusila. “Mereka harus dinonaktifkan,” kata Irwandi saat menerima wawancara KabarAktual dan MediaNanggroe di kediaman pribadinya, Lampriet, Banda Aceh, 8 November 2022
Kedua oknum kader PNA Kota Banda Aceh yang kesandung kasus asmara terlarang itu, masing-masing laki-laki H (anggota DPRK) dan wanita E (seorang pengurus) sedang menghadapi proses hukum di Pengadilan Negeri Banda Aceh. Besok, Kamis (12/11/2022) mereka akan mengikuti sidang setelah persidangan pertama gagal minggu lalu.
Mantan Gubernur Aceh yang banyak disapa BW itu menyatakan, pihak partai akan memberi tindakan tegas terhadap mereka yang terlibat perbuatan asusila. “Harus dinonaktifkan. Tapi, surat penonaktifan itu nanti dikeluarkan DPD PNA Kota Banda Aceh,” ujarnya.
Dia menegaskan, sikap partai jelas dan tegas. Organisasi akan memberlakukan tindakan terhadap kader yang melakukan pelanggaran atau asusila.
Seperti diberitakan sejumlah media,seorang wanita dengan inisial E yang merupakan kader PNA menggugat anggota DPRK Banda Aceh dengan inial H, juga kader partai yang sama. Wanita E memperkarakan H gegara tuduhan penipuan.
Menurut keterangan Kuasa Hukum pengugat, Yusi Muharnina, kasus itu terjadi pada 2019 lalu atau sekitar tanggal 23-26 April 2019.Saat itu, kata Yusi, tergugat H merayu E agar mau melakukan perbuatan asusila dengannya. H berjanji akan menikahi penggugat.
Kata Yusi, ternyata H ingkar janji. Selain tidak menikahi,H juga tidak memenuhi janji untuk memberikan sejumlah uang kepada E.
Karena merasa dibohongi, lanjut Yusi, kliennya kemudianmengadukan masalah ini ke sejumlah pihak.Diantaranya ke Badan Kehormatan Dewan (BKD),Kantor Law Center, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), dan ke psikolog.
Yusi mengatakan, kasus ini juga sudah dicoba selesaikan oleh ketua partai tapi tidak ada titik temu. Berdasarkan hal tersebut, kliennya merasa diperlakukan tidak adil sehingga akhirnya memilih melakukan gugatan.
“Jadi kenapa adanya gugatan seperti itu, karena selama ini klien saya merasa kok enggak ada ya nilai keadilan ke dia.Dari awal memang istilahnya janji mau dinikahi dan disewain toko tapi enggak ada,” ungkap Yusi.
“Sudah kemana-mana melapor tidak ada titik temu, makanya kami gugat biar ada efek jera,” lanjut Yusi.
Discussion about this post