MediaNaggroe.com, Banda Aceh – Sebuah informasi tak resmi terkait mekanisme penggunaan belanja publikasi pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh akan menerapkan e-katalog. Jika informasi itu benar, Asosiasi Media Siber Aceh (AMSA) menyambut baik rencana tersebut.
Pesan itu beredari lewat group WA. Begini bunyinya:
Penting..! Kami informasikan kepada seluruh media partner bahwa terhitung mulai tanggal 1 September 2023, dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh akan mulai memberlakukan metode pekerjaan publikasi dan promosi wisata Aceh baik cetak maupun online melalui aplikasi E Katalog. Maka tagihan (invoice) yang diajukan diatas tanggal tersebut harus adanya pemesanan terlebih dahulu dari E Katalog, kecuali publikasi yang telah dipesan sebelum pemberlakuan e katalog.
Adapun spesifikasi dan nilai tarif iklan yang kami pesan merupakan harga yang terdapat didalam komponen standar harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah Aceh. Kami harap Penyedia segera melakukan penginputan di etalase e katalog pemerintah aceh. yang tidak memiliki etalase harga sesuai dengan kemampuan pembiayaan kami, maka kami tidak bisa melakukan pemesanan pada penyedia tersebut.
Ketua AMSA Syarbaini Oesman mengapresiasi langkah Disbudpar Aceh yang memilih pendekatan selangkah lebih maju dalam pengelolaan anggaran publik. Tapi, pimpinan komunitas startup yang baru saja diluncurkan oleh Pj Gubernur Aceh itu mengingatkan Kepala Disbudpar agar menerapkan e-katalog dengan jujur, transparan, dan adil. “Jangan ada niat lain di balik maksud tersebut,” ujarnya dalam pernyataan terulis, Rabu (23/8/2023).
Menurut ketua AMSA, penerapan e-katalog oleh Disbudpar dalam pembelanjaan biaya publikasi terkesan terjadi secara ujug-ujug. “Kenapa di tengah jalan tiba-tiba beralih ke e-katalog, sementara kegiatan lain tidak menerapkan pola serupa,” tanya Syarbaini.
Dia mengharapkan Disbudpar memilih mekanisme e-katalog benar-benar setelah melewati sebuah proses pertimbangan yang matang. Apa lagi ada kesan jika kebijakan itu timbul setelah muncul pemberitaan yang mengkritik sejumlah pelaksanaan kegiatan Disbudpar Aceh yang diduga tidak sesuai ketentuan,
Dia menyebut contoh penyelenggaraan Festival Vespa dengan anggaran mencapai Rp 1,4 miliar tapi tidak melalui proses tender. “Kenapa kegiatan dengan anggaran lebih dari satu miliar dilakukan dengan metode PL dan tidak e-katalog? Ini terkesan kurang fair,” ujar Syarbaini.
Komunitas startup yang mempekerjakan anak-anak muda Aceh itu mengingatkan Disbudpar agar betindak hati-hati. Jangan sampai keinginan menerapkan e-katalog itu dilakukan untuk mengakomodir kepentingan kelompok tertentu. “Harus adil dan benar-benar transparan. Jangan ada niat jahat untuk menjegal media-media kecil yang sedang tumbuh. Ingat, media-media startup itu mempekerjakan tenaga lokal yang butuh pembinaan,” tegasnya.
Ketua AMSA juga meminta perhatian Pj Gubernur Aceh agar ikut memberi ruang untuk tumbuh kembangnya media-media yang baru mulai merintis usaha. “Tidak mungkin instan. Semua butuh proses. Karena itu kami meminta kebijaksanaan pimpinan daerah untuk menerapkan kebijakan secara arif dan bijaksana. Kalau e-katalog itu benar-benar untuk menegakkan profesionalisme, silakan. Tapi kalau ada maksud lain di belakangnya, kami sangat menyesalkan itu,” pungkasnya.[]
Discussion about this post