MediaNanggroe.com, Banda Aceh – Anggota Komisi III DPRRI periode 2009-2014 Sayed Muhammad Muliady menangkap fenomena ganjil dalam bisnis gelap penjualan obat-obat terlarang di Tanah Air, khususnya Pulau Jawa. “Ada indikasi pelibatan oknum aparat sebagai backing,” ujarnya kepada KabarAktual.id, Senin (28/8/2023).
Sayed yang juga pengacara di ibu kota itu dimintai tanggapannya terkait pemberitaan media bahwa ada daerah di Pulau Jawa yang menolak anak Aceh masuk ke wilayah tertentu untuk kepentingan bisnis obat terlarang.
Kata Sayed, banyak kasus penangkapan terhadap perantau dari Aceh yang rata-rata muda dan lugu masuk ke wilayah hukum Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan terakhir di Subang Jawa Barat. “Anak-anak ini tergoda terjun ke bisnis haram karena jepitan ekonomi di ibu kota,” ujarnya.
Menurut mantan sekretaris KNPI Aceh itu, peredaran obat-obatan Daftar G seperti Tramadol penghilang rasa nyeri itu melibatkan mafia. “Selain merekrut anak-anak Aceh yang lugu yang sedang luntang-lantung di Jakarta, mereka juga merekrut oknum-oknum sebagai beking,” ucap Sayed.
Advokat yang sudah lebih dari 20 tahun berkiprah di Jakarta itu ada kejahatan di balik kasus ini mencium ada aroma kejahatan di balik bisnis peredaran obat terlarang tersebut. Dia mengkhawatirkan, banyak pemuda Aceh yang merantau ke Jakarta dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menjadi agen penjualan obat terlarang jenis Tramadol.
Sebagai putra Aceh, politikus muda yang akrab disapa Bang Sayed ini mengaku prihatin meilhat tren tersebut. “Apalagi peredaran obat terlarang yang dilakukan secara multilevel marketing ini juga mulai menyasar kalangan pelajar dan mahasiswa,” ucapnya.
Sayed berkata, jika seorang anak sudah terjebak dalam komplotan kejahatan tersebut, tidak punya pilihan selain tunduk terhadap aturan main mafia Tramadol. Kata Bang Sayed, ia pernah mendengarkan penuturan sahabat dekatnya di Komisi III DPR-RI dari Dapil Aceh yang mengungkap cara para mafia ini bekerja.
Menurut penjelasan koleganya, cerita Sayed, oknum mafia menugaskan para backing untuk mengawasi anak-anak yang dipekerjakan dan menekan mereka di lapangan. “Kalau ada anak-anak yang nakal, oknum-oknum inilah yang menjadi penekan agar mereka tidak berani macam-macam dengan mafia besar Tramadol,” ujarnya.
Sayed melanjutkan, kalau ada anak-anak yang berani menipu atau tidak menyetor hasil penjualan pasti langsung diintimidasi menggunakan “tangan-tangan” kekar para oknum. “Bahkan ada yang ditangkap dan dianiaya,” sebutnya.
Sayed tidak mengatakan kalau kasus yang menimpa almarhum Imam Masykur terkait dengan mafia Tramadol. Meski demikian, melihat pola-pola penyiksaan dan cara kerja oknum seperti diungkap sahabatnya, Sayed menyebut, kasus yang menimpa pemuda Bireuen itu mempunyai kecocokan dengan pola-pola kerja mafia Tramadol.
“Si pelaku juga menebar ancaman ala mafia Mexico dengan mengirimkan foto dan video penyiksaan Imam Masykur ke pihak keluarga sebagai tekanan untuk memberikan uang tebusan,” kata Syaed.
Ia mengharapkan semua pihak mempercayakan penanganan kasus ini kepada penegak hukum, sehingga nantinya akan teruangkap motif yang sebenarnya. “Semoga si pelaku dijatuhi hukuman yang setimpal,” pungkasnya.[]
Discussion about this post