MediaNanggroe.com – Dinas Pendidikan Aceh mengalokasikan anggaran sebesar Rp12,2 miliar untuk pengadaan dan pemasangan lampu penerangan tenaga surya di sejumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) di berbagai kabupaten/kota. Informasi ini tercantum dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) milik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), per Jumat, 25 April 2025.
Terdapat sedikitnya sembilan paket proyek pengadaan yang tersebar di beberapa daerah, dengan nilai bervariasi mulai dari Rp500 juta hingga Rp5 miliar per paket. Proyek ini rencananya akan dilakukan di SMA negeri yang tersebar di berbagai wilayah, antara lain:
-
Aceh Besar sebesar Rp1,2 miliar
-
Aceh Jaya sebesar Rp500 juta
-
Aceh Tengah sebesar Rp700 juta
-
Aceh Timur sebesar Rp1 miliar
-
Aceh Utara sebesar Rp1,5 miliar
-
Bener Meriah sebesar Rp700 juta
-
Bireuen sebesar Rp800 juta dan Rp5 miliar (dua paket)
-
Pidie sebesar Rp800 juta
Pengadaan ini ditujukan untuk meningkatkan akses dan keamanan lingkungan sekolah melalui penerangan berbasis energi terbarukan. Namun, proyek ini memicu pertanyaan publik terkait urgensinya.
Sejumlah pihak menyoroti bahwa sebagian besar sekolah yang akan menerima pemasangan lampu tenaga surya tersebut sejatinya telah terjangkau pasokan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Hal ini memunculkan dugaan bahwa proyek tersebut tidak sepenuhnya mendesak, terlebih dalam situasi fiskal yang terbatas dan kondisi sosial ekonomi Aceh yang masih memprihatinkan.
Aceh Masih Termiskin di Sumatra
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Aceh masih menempati posisi sebagai provinsi termiskin di Pulau Sumatra. Kondisi ini menimbulkan dorongan agar pemerintah lebih memprioritaskan program yang bersifat langsung menyentuh kebutuhan dasar masyarakat, seperti peningkatan kualitas pendidikan, pengurangan pengangguran, serta penguatan layanan kesehatan.
“Lampu tenaga surya memang ramah lingkungan dan bisa menjadi solusi di daerah terpencil. Tapi untuk sekolah yang sudah ada listrik, apa manfaat tambahannya? Ini yang perlu dijelaskan secara terbuka,” ujar seorang pemerhati kebijakan publik di Banda Aceh.
Publik pun berharap adanya transparansi lebih lanjut dari pemerintah daerah dalam setiap kebijakan pengadaan barang dan jasa, terutama yang menyangkut penggunaan anggaran publik dalam jumlah besar.
Discussion about this post