Pengantar Redaksi:
Mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dikenal sebagai sosok yang sangat berkharisma. Tak hanya cerdas dan visioner, dia juga terlihat masih punya pengaruh besar dalam dunia perpolitikan Aceh. Tak beda dengan suasana saat masih menjabat sebagai gubernur, sekarang pun pengaruh itu masih terlihat.
Tiap hari di kediaman pribadinya kawasan Lampriet, Banda Aceh, Irwandi didatangani banyak tamu. Mereka yang datang dari berbagai daerah dengan beragam latar belakang menemuinya karena satu motivasi utama: rindu setelah sekian lama berpisah dangan tokoh idola.
Bahkan, ada yang jauh-jauh datang dari Blang Bintang, Aceh Besar, hanya untuk sekedar mengantarkan kopi dan pulot (ketan bakar) kesukaan BW — panggilan akrab — mantan petinggi GAM tersebut.
Ketika kami tiba, di pojok barat persis di bawah pohon beringin besar berkumpul sejumlah orang. Mereka terlihat seperti para relawan, duduk sambil mengobrol.
Dari seseorang kami mendapatkan informasi kalau BW sedang menerima seorang ulama Aceh. Tamu lain juga pada antre menunggu giliran bertemu sosok yang juga sering dipanggil dengan sebutan sang Capten.
Di tengah kesibukan banyak tamu, BW berkenan menerima wartawan KabarAktual dan MediaNanggroe untuk sebuah wawancara khusus, Selasa (8/11/2022) siang. Pertemuan istimewa itu berangsung penuh kehangatan ditemani kopi Blang Bintang yang disuguhi teman BW.
Berikut petikan wawancara yang berlangsung di teras belakang rumah Irwandi, berhadapan dengan kolam renang.
Bagaimana kondisi Aceh setelah beberapa tahun Anda meninggalkan kepeminpinan daerah ini?
Dari 10 program prioritas Pemerintahan Irwandi-Nova, entah berapa yang jalan? Entah berapa yang jalan. Tidak jalan nampaknya. Kakeuh … (Ya sudah lah …)
Saya ini kan dihukum 7 tahun. Simban that (cukup berat, red). Karena apa? Karena kesalahan yang tidak jelas. Yang ada kesalahan, saya tidak memberikan izin tambang.
Eee … sekarang, yang saya dengar dari dalam penjara dan sekarang yang saya lihat sendiri … program itu tidak jalan.
Melenceng total?
Malah program belakangan sudah diubah, bukan lagi Aceh Hebat, tapi Aceh Bereh. Kakeuh bereh laju (Sudahlah, beres begitu-begitu aja) …
Sehingga timbul keinginan, seandainya saya tidak seperti ini, saya menginginkan program itu berjalan kalau tidak 100 persen, 80 persen saja sudah cukuplah.
Sekarang itu tidak terjadi.
Dari 10 program prioritas berapa persen yang sangat melenceng?
Hana terjadi (tidak terjadi).
Dari 10 program prioritas, dua diantaranya kan sangat fundamental, yaitu pendidikan dan kesehatan? Bagaimana menurut Anda?
Tiga. Pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
Kalau sektor pendidikan, kita lihat ranking Aceh di tingkat nasional, tidak bergerak.
Setelah itu, kesehatan. Kesehatan juga sudah menipis. (Sekarang mengandalkan) BPJS. Memang benar, dana daerah tidak habis. Tapi bukan itu tujuan kita. Habis dana daerah tidak masalah, yang penting rakyat sehat.
Dengan BPJS apakah rakyat tidak sehat? Hai … sehat chit (sehat juga). Ube-be sehat keudro jih (sehat ala kadar)
Lebih spesifik soal pendidikan. Kalau SMAN Modal Bangsa saja yang dijadikan tolak ukur, sekarang mutunya turun drastic dari level 97 nasional ke posisi 157. Apa harapan konkret Anda terhadap perbaikan pendidikan Aceh?
Harapan saya agar diperbaiki dimana yang kurang. Dimana masalahnya, itu saya kurang paham. Dicari solusi, apa sebab terjadi.
Ada asumsi kesalahan bersumber dari kesalahan menempatkan orang yang memimpin Dinas Pendidikan. Karena itu sekarang muncul desakan agar figur yang memimpin Disdik diambil dari latarbelakang yang benar-benar paham pendidikan. Anda sependapat?
Nyan betoi (itu betul). Tapi, kan bukan hanya satu orang, Sebuah dinas, kepala dinas memang satu orang. Tapi, pendukungnya kan banyak? (Tim pendukung maksudnya ikut menentukan bagus tidaknya kualitas pendidikan, red)
Tahun 2007 hingga 2012, level pendidikan Aceh sudah naik kan? Sudah berada di level menengah dan cenderung terus membaik.
Angka kemiskinan yang nyata sekali. Tahun 2006, menurut laporan, 32 % rakyat msikin di Aceh. Tahun 2011, turun ke 18,9 %.
Sebagai figur yang menjadi harapan banyak masyarakat, ke depan, apa yang akan Anda lakukan untuk memperbaiki Aceh. Apakah memperkuat PNA dengan menguasasi kursi di parlemen dan kabupaten/kota?
Kalau ingin membangun Aceh, jangan pikir partai.
Partai … ya PNA … meunyo kuat lebih get. Tapi lon hana pikee keunan. Pikir bagaimana membangun rakyat.
Setelah itu, ada juga partai yang kuat, mungkin? Kalau sama idenya kita ambil.
Artinya koalisi?
Bukan. Katakanlah PNA lemah. Ada partai lain yang kuat. Idenya kita ambil. Kalau sesuai. Yang tidak sesuai tetap tidak kita ambil.
Apakah Anda akan maju lagi (dalam suksesi politik) ke depan?
Belum tentu. Saya masih kena lima tahun (pencabutan hak politik).
Tapi, kabarnya, sudah dicabut?
Belum. Dicabut melalui jalur PK (peninjauan kembali) nanti. PK belum terjadi.
Terkait dengan masa transisi kepemimpinan Aceh di bawah kepemimpinan Pj Gubernur Achmad Marzuki, apa pendapat Anda?
Tidak ada.
Apakah sudah cocok?
Kon ka pas (bukan sudah cocok, red). Saya belum tahu.
Masyarakat melihat, kepemimpinan Achmad Marzuki lebih banyak silent. Wait and see. Sangat hati-hati. Belum ada statemen?
Belum. Kalau Plt lama (Nova Iriansyah, red) peu tapeugah lom (untuk apa kita bahas lagi) Maksudnya, rakyat sudah sama-sama tahu kinerjanya.
Masa transisi ini kan bisa memberi pengaruh juga bagi kemajuan Aceh. Sebagai “titipan” Pusat, apakah Pj Gubernur akan lebih melihat kepentingan Pusat atau daerah dalam memimpin?
Ureung kaleuh teupeusunat (khitan). Sudah dewasa kan? Coba pikirkan sendiri.
Yang jelas, kita tidak tahu, bagaimana yang beliau dikerjakan. Kita juga harus paham. Bagaimana dia akan bekerja ketika anggaran tidak tersedia. Ini kan penghujung tahun anggaran? Bagaimana bekerja tanpa didukung anggaran?
Topik wawancara dengan BW, kemudian, bergeser ke soal organisasi dan kepemimpinannya di tubuh PNA. Bagaimana sikap dan langkah yang akan diambil terhadap para pembangkang yang telah menginisiasi KLB dan lain-lain akan diurunkan dalam artikel berikutnya.[]

Discussion about this post