MediaNanggroe.com, Bener Meriah – Ketua DPW FKBPPPN Aceh Dedi Herman melalui Wakilnya Satria S meminta kepada Bapak PJ Gubernur Aceh agar mengajukan Formasi Khusus CASN-PNS ke MENPAN-RB dalam rangka Penataan Non ASN Pol PP-WH Seluruh Aceh yang berjumlah Totalnya tidak lebih dari 5107 (data simpol pp Kemendagri tahun 2023)
Satria menambahkan, jumlah Non ASN Pol PP-WH tersebut tersebar di Pemerintah Provinsi serta di 23 PemKab/PemKot se-Aceh serta meminta kepada bapak PJ Gubernur Aceh untuk menghimbau kepada seluruh Bupati dan Walikota untuk secara bersama-sama menyelamatkan Non ASN Pol PP-WH di Pemerintahannya masing-masing melalui Formasi Khusus CASN-PNS jabatan fungsional Polisi Pamong Praja, kata satria kepada mediananggroe.com, 23/1/2024.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa pemerintah pusat sedang melaksanakan ketentuan Pasal 66 undang-undang nomor 20 Tahun 2023 Tentang ASN yaitu melakukan penataan Non ASN secara nasional dengan batas penyelesaian sampai Desember 2024, ujarnya.
lebih lanjut, Satria memohon kepada PJ Gubernur Aceh untuk memperhatikan bunyi pasal 255 dan bunyi pasal 256 undang-undang nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemda yang menjadi landasan profesi Satpol PP (termasuk Pol PP-WH di Aceh ) yaitu sebagai Instansi Penegak yang status jabatan fungsional nya adalah pegawai negeri sipil (PNS).
Satuan Polisi Pamong Praja adalah Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil yang alokasi dananya adalah APBN dan berdasarkan UUPA yaitu Undang- undang Nomor 11 Tahun 2006 Pasal 244 Ayat 1 dan 2 yang berbunyi “Gubernur, Bupati dan Walikota wajib melaksanakan Tribumtranmas dan “Gubenur, Bupati dan Walikota Wajib melaksanakan Qanun Syariat Islam, jelasnya.
Penyelenggaraan Tribumtranmas adalah urusan pemerintah wajib dan pemerintah konpuren berdasarkan Pasal 9,11dan 12 undang-undang nomor 23 Tahun 2014, maka daripada itu, berkaitan urusan pemerintah wajib dan konpuren, “saya mewakili seluruh honorer Satpol PP dan WH se-Aceh meminta kepada bapak PJ Gubernur Aceh agar mengajukan formasi khusus para honorer Pol PP-WH Seluruh Aceh untuk diangkat menjadi PNS”, Kata Wakil Ketua DPW FKBPPPN Aceh.
Masih menurut Wakil Ketua DPW FKBPPPN Aceh, “seharusnya dengan lahirnya undang-undang 23 Tahun 2014 tentang Pemda dan ditambah lagi UUPA di Aceh dengan berlatarbelakang historis Aceh yaitu Konflik Aceh yang sangat memiris hati dan sangat menggenaskan yang sudah berakhir sejak 18 Tahun yang lalu dan Aceh juga diterpa musibah besar yang memilukan yaitu Gempa dan Tsunami Aceh yang telah memakan korban ratusan ribu jiwa rakyat Aceh, maka setelah konflik dan Tsunami memakan korban jiwa dan kerugian harta benda pandangan saya pemerintah lebih cenderung memprioritaskan pembangunan insfrastruktur dibandingkan pembangunan sumberdaya manusia dan peningkatan kualitas pendidikan serta peningkatan status kepegawaian bagi Honorer yang bekerja di Pemerintah Daerah, tegasnya.
Sebagai instansi yg lahir dalam pembangunan Aceh setelah konflik dan tsunami yaitu BRR lalu menjadi BRA dan dibantu oleh berbagai LSM atau NGO dalam dan luar negeri dan melibatkan donasi banyak negara namun perubahan mentalitas pendidikan dan status ketenagakerjaan di Pemerintah tidak seimbang, perubahan status non PNS hanya mengikuti program nasional, tidak berdasarkn kekhususan dan otonomi Aceh yg dilanda konflik dan stunami maka , FKBPPPN melalui DPW Aceh juga meminta kepada Ketua DPR Aceh yg jabatanya anggota legislatif yang setiap hari mengawasi birokrasi yang di jalankan oleh eksikutif, bagaimana menurut Bapak PJ Gubernur Aceh ?
Apakah Jumlah Pol PP dan WH di Aceh sudah sesuai berdasarkan Permendagri Nomor 60 Tahun 2012? dan sudah kah status kepegawaian profesi Pol PP sudah sesuai ? yaitu berdasarkan undang-undang nomor 23 Pasal 256 Tahun 2014?” tanya satria.
Jika Permendagri Nomor 60 Tahun 2012 dan UU 23 Tahun 2014 Pasal 256 diterapkan maka akan :
1. mengurangi angka penganguran.
2. mensejahterakan rakyat Aceh yg berkerja di pemerintahan.
“Maka pemerintah legeslatif dan eksikutif wajib mengajukan Formasi CASN- PNS bagi Non ASN Satpol PP dan WH berdasarkan PP dan UU tersebut bukan malah melanggar peraturan perundang-undangan”
“Jika pemerintah tidak menjalankan konstitusi maka akan merugikan nasib kami Non ASN Karena ini adalah harapan kami dan searah dengan upaya kami untuk melindungi profesi Satpol PP sebagai Penegak Perda/Perkada”, lanjut Satria.
“Mohon agar bapak Pj Gubernur Aceh dapat bijaksana dalam menyelamatkan nasib Non ASN Pol PP-WH berdasarkn Undang-undang”.
Satria menjelaskan, sebagai perbandingan Provinsi PAPUA tentang status Non ASN sudah selesai di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (ASN-PNS) sedangkan Aceh dengan status Daerah Otonomi khusus yg sama dengan Papua namun Status Non ASN Satpol Pol PP Aceh masih mengambang dan belum jelas kemana arahnya.
Untuk saat ini Yg membedakan Aceh dengan Papua adalah PAPUA sedang konflik sedangkan Aceh sudah damai, namun status kekhususan Otonominya sama, tambah Satria.
“Apakah konflik yang membuat atau mendukung solusi?” NKRI sungguh sangat tidak adil jika begini kondisinya”
“Maka daripada itu, sudah kami sampaikan ke Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Aceh, bahwa kami tunggu peluit panjang apakah Aceh harus konflik lagi?
Sebagai upaya dalam memperjuangkan Nasib Non ASN Satpol PP dan WH Se Aceh yang tergabung dalam Forum Komunikasi Bantuan Polisi Pamong Praja Nusantara, kami juga sudah mengadukan status dan nasib kami kepada Ketua Komite I DPD RI Fakhrurrazi (Asal Aceh), tambahnya.
kata Satria, menurut Fakhrurrazi , sikap Komite I jelas, yaitu tidak setuju dengan alih status Satpol PP menjadi PPPK. Pertama, karena secara terang-terangan melanggar undang-undang Pemda Pasal 256, melanggar undang-undang Pemda berarti melanggar konstitusi, dan melanggar konstitusi sama saja dengan melanggar Pancasila. Kedua, dengan melihat sifat, beban dan risiko kerja Satpol PP, maka sudah semestinya terhadap 90 ribu Satpol PP saat ini diberikan status PNS yang memiliki kesejahteraan lebih baik daripada P3K, terlepas dari kedua-duanya digolongkan sebagai ASN.
Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang tergabung dalam Forum Komunikasi Bantuan Pamong Polisi Praja Nusantara (FKBPPPN) memiliki fungsi yang sangat menentukan dalam penegakan ketertiban umum, peraturan dan regulasi daerah, sebagai ujung tombak dari penegakan hukum daerah.
Satpol PP merupakan organ pemerintah yang sering berhadapan langsung dengan berbagai peristiwa konkrit di masyarakat. Bahkan, tidak jarang harus bergesekan dengan masyarakat demi tegaknya hukum di daerah.
Demikian disampaikan Fachrul Razi Ketua Komite I DPD RI pada Kegiatan Advokasi Komite I DPD RI dengan FKBPPPN diadakan pada hari Selasa, (16/1/2024) di Cikarang – Bekasi – Jawa Barat yang dihadiri oleh Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi dan didampingi oleh Kepala Bagian Komite I DPD RI beserta jajaran, serta perwakilan struktural dari FKBPPPN.
Discussion about this post